Jebakan dunia

Seringkali kita memberikan komentar yang berdasarkan ke-reaktifan kita. Bukan secara responsif, reaksi bedasarkan rasa tangggung jawab. Rasa tanggung jawab muncul jika menyadari apakah komentar saya bermanfaat bagi khalayak umum atau akibat komentar yang saya lontarkan bisa memicu keributan yang lebih besar? Inilah komentar yang tidak mendidik. Inilah komentar yang bersifat reaktif, tanpa memikirkan akibat yang akan ditimbulkannya.
Komentar yang reaktif dan akhirnya menimbulkan gejolak yang lebih parah akan merugikan semua pihak. Di atas segalanya, menurut pendapat saya, kerugian terbesar adalah pada diri sendiri. Artinya, kita belum mampu memilah mana yang bisa tambah merunyamkan keadaan, komentar seperti apa yang justeru mengademkan permasalahan. Satu hal yang perlu kita sadari bahwa jika komentar yang kita lontarkan menimbulkan gejolak lebih parah, berarti kita sendiri masih belum mampu mengendalikan emosi. Jika demikian, apa yang membedakan diri kita dengan hewan? Hewan akan membalas secara reaktif terhadap sesuatu yang mengganggu. Kelebihan manusia dibandingkan hewan adalah kemampuannya merenungkan terlebih dahulu tindakannya sebelum melontarkannya.
Inlah dunia kita. Banyak sudah para suci dan nabi diturunkan oleh Dia Yang Mahapengasih untuk mengingatkan siapa sesungguhnya diri ini, namun semuanya kita bunuh dan salibkan. Apakah mereka salah mengingatkan bahwa kita dalam jebakan dunia yang penuh permainan? Tidak juga, karena:
Nothing is new under the sun” Ini pesan nabi Sulaiman. Semuanya hanya pengulangan……..
Jebakan dunia sangat indah bagi kenyamanan fisik. Dan manusia masih suka mengabdi pada kenyamanan fisik. Dengan iming-iming kenyamanan fisik pula, surga kita jadikan pemicu untuk menyembah Tuhan. Tapi kita kurang menyadari bahwa Tuhan tidak mungkin memberikan kenyamanan fisik kepada non fisik. Jebakan ini diciptakan oleh sekelompok orang yang ingin menguasai orang lain demi kenyamanan sendiri. Dengan tujuan agar dirinya diunggulkan. Atau disembah. Inilah pemuja berhala kekuasaan.
Kita semua lahir karena ada kecacatan. Jiwa ini belum seutuhnya bebas dari belenggu materi . Dan luarbiasanya Tuhan adalah senang jika dunia ini ramai. Seperti seornag sutradara yang senang jika penonton panggung sandiwaranya banyak. Semakin banyak yang bermain, semakin senang sang sutradara. Berarti dia berhasil menciptakan totontonan yang menarik. Bukankah dari dulu sampai sekarang sudah banyak yang mengingatkan bahwa dunia ini panggung sandiwara? Penyanyi rocker, Ahmad Albar juga mengingatkan dengan lagunya: Dunia ini panggung sandiwara. Jika saja seorang pemain sandiwara berhasil menembus panggung sandiwara dan menguasai dirinya sendiri agar bisa menentukan nasibnya sendiri, bebaslah ia dari panggung permainan. Dan betapa sedihnya Sang Sutradara Agung.
Dengan menyadari bahwa diri kita lahir bukan secara kebetulan, dan karena ada yang tidak beres dengan diri ini, marilah kita berupaya memperbaiki diri secara persintance. Amatilah perjalanan diri sendiri sebagai upaya perbaikan diri. Kurangi mengamati dan selalu memberikan komentar yang tidak bertanggung jawab. Komentar atau tanggapan yang tidak membangun, sangat merugikan diri sendiri. Tidak seorang pun bisa membantu perubahan diri, cara berpikir kecuali diri sendiri. Saudara, teman, tetangga serta orang lain paling banter hanya mengingatkan. Selanjutnya terserah diri sendiri.
Loving is sharing and caring………….

Post a Comment

3 Comments